Penemuan ladang minyak pertama di Indonesia di
daerah konsesi perkebunan Telaga Said dari Sultan Langkat, yang disebut dengan Telaga Tunggal di
daerah Pangkalan Brandan, yang ditemukan oleh AJ.Zijlker
pada tahun 1928. Awal penemuan
ladang minyak di daerah Aceh Timur dilakukan oleh BPM (Bataafsche Petroleum Maatscappij) yaitu sebuah
perusahaan Belanda, yang melakukan pengeboran di daerah Rantau pada sumur R-1 bulan Desember 1928 pengeboran
ini dilakukan hingga kedalaman 340 m, dan pada bulan
Februari 1929 pengeboran selesai dilakukan dengan produksi minyak sebesar 136 m3 /hari. Keberhasilan pengeboran pada sumur R-1 kemudian
dilanjutkan dengan pengeboran
kedua pada sumur R-2 yang selesai dilakukan pada bulan Mei 1929 dan menghasilkan minyak pada kedalaman 290 m sebanyak
105 m3/hari. Selanjutnya dilakukan pengeboran pada sumur-sumur berikutnya, sehingga pada masa BPM
telah dilakukan pengeboran sumur minyak sebesar 173 sumur.
Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia menggabungkan
lapangan-lapangan minyak yang
ada di Sumatera Utara (Langkat) dan Aceh (Aceh Timur) di bawah satu perusahaan yang diberi nama Perusahaan Tambang
Minyak Sumatera Utara (TMSU), yang selanjutnya pada bulan Oktober 1957 menjadi PT. ETMSU yang
berkedudukan di Pangkalan
Brandan, sedangkan lapangan-lapangan minyak yang ada di daerah Aceh Timur ditempatkan di bawah pengawasan Kepala
Lapangan Eksplorasi dan produksi Rantau. Pada tanggal 10 Desember 1957 PT. ETSMU berubah nama menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional (PN.
PERMINA).
Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia menggabungkan
lapangan-lapangan minyak yang
ada di Sumatera Utara (Langkat) dan Aceh (Aceh Timur) di bawah satu perusahaan yang diberi nama Perusahaan Tambang
Minyak Sumatera Utara (TMSU), yang selanjutnya pada bulan Oktober 1957 menjadi PT. ETSMU yang
bekedudukan di Pangkalan
Brandan, sedangkan lapangan-lapangan minyak yang ada di daerah Aceh Timur ditempatkan di bawah pengawasan Kepala Lapangan
Eksplorasi dan Produksi Rantau. Pada
tanggal 10 Desember 1957, PT. ETSMU berubah nama menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional (PN.
PERMINA).
Pada tahun1960, melalui kerja sama dengan sebuah
perusahaan swasta Jepang,NOSODECO (Nort Sumatera Oil Development Company).
Disepakati peminjamankredit US$ 53 juta dalam bentuk perlengkapan, mesin-mesin
produksi, material,bantuan teknik, dengan jangka waktu pembayaran selama 10 tahun yang dibayar dengan minyak mentah. Dengan adanya bantuan kredit ini maka
PN. PERMINA melakukan rehabilitas
terhadap sarana dan prasarana produksi , serta pengembangan struktur- struktur migas yang baru. Melalui kerjasama dengan NOSODECO tersebut, maka PN.
PERMINA berkembang
dengan pesat dan produksi minyak di lapangan Rantau terus meningkat,sehingga
pada tahun 1971 produksi minyak mencapai 55.400 m3 (350.000 bopd). Dengan adanya peningkatan produksi tersebut, maka
pada tahun 1972 lapangan Rantau dapat melaksanakan pembangunan dan perluasan perumahan karyawan di
komplek Rantau,
Tanjung Seumentok, Serang Jaya dan Pangkalan Susu, serta pembangunan fasilitas penunjang lainnya. Seiring dengan
meningkatkan produksi minyak, produksi gas juga mengalami peningkatan, jika sebelumnya produksi gas langsung
dibakar (flare) maka pada tahun
1966 dimulai pembangunan kilang Liqified Petroleum Gas (LPG Plant) di komplek Rantau, yang beroperasi tahun 1969
dengan kapasitas produksi sebesar 30.200 MMscfd LPG.
Pada tahun 1971, pemerintah mengeluarkan
undang-undang nomor 8/1971 yang mengatur agar pengelolaan minyak dan gas bumi berada dibawah satu BUMN
yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara (PERTAMINA). Seiring dengan
kegiatan Eksplorasi dan Produksi Migas yang terus menerus, kapasitas produksi Migas di Pertamina EP Rantau
mulai mengalami penurunan akibat dari menurunnya produksi minyak pada sumur-sumur yang menyemburkan minyak secara alami. Untuk meningkatkan produksinya maka
Pertamina EP Rantau mulai menggunakan teknik sembur buatan dengan cara memasukkan gas (injeksi gas)
ke dalam sumur-sumur produksi, sehingga pada tahun 1985
di bangun Stasiun Kompresor Tekanan Tinggi di Tanjung Seumentok untuk menaikkan tekanan gas injeksi. Penurunan produksi juga terjadi pada produksi gas,
sehingga jumlah gas ada hanya mencukupi untuk injeksi sumur dan keperluan utilitas, sehingga pada awal
tahun 1998,LPG Plant ditutup. PT Pertamina EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha
disektor hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi.
Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan
usaha penunjang lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha
utama. Wilayah Kerja (WK) Pertamina EP seluas 140 ribu
kilometer persegi merupakan limpahan dari sebagian besar Wilayah Kuasa Pertambangan Migas PT
PERTAMINA (PERSERO).
Pola pengelolaan usaha WK seluas itu dilakukan dengan cara dioperasikan sendiri (own operation) dan kerja sama
dalam bentuk kemitraan, yakni Joint Operating Body
Enhanced Oil Recovery (JOB-EOR) sebanyak tiga kontrak dan Technical Assistant Contract (TAC) sebanyak 33 kontrak. Jika dilihat dari rentang geografinya, Pertamina EP beroperasi hampir di
seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.WK Pertamina EP terbagi ke dalam tiga Region, yakni
Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Seluruh operasi JOB EOR dan TAC dikelola dari Pusat sedangkan own operation dikelola di Region
masing-masing. Operasi ketiga Region terbagi ke dalam 11 Field Area. Antara lain ada field area Rantau,
Pangkalan Susu, Prabumulih
dan Pendopo di Sumatera. Kemudian untuk field area di Jawa antara lain Subang, Jatibarang, Cepu, dan Tambun. Untuk
field area di KTI antara lain Sangatta, Bunyu dan Papua. Di samping itu Pertamina EP memiliki 6 Unit Bisnis Pertamina EP (UBPEP) yang terdiri dari UBPEP Lirik, UBPEP Jambi, UBPEP Limau, UBPEP Tanjung, UBPEP Sangasanga dan UBPEP Tarakan. Di samping pengelolaan WK tersebut di atas, pola
pengusahaan usaha yang lain adalah dengan model pengelolaan melalui proyek-proyek, antara lain proyek pengembangan gas yaitu: Proyek Pagar Dewa di
Sumatera Selatan, Gundih di Jawa Tengah, dan Matindok di Sulawesi.
mau nanya nih, apa sejarah di setiap asset pertamina itu sama?
BalasHapus